Monday, January 18, 2010

HARAMKAH UN DI SISTEM PENDIDIKAN KITA?

Baru-baru ini kita sering menyimak banyaknya demo yang menolak UN dalam sistem Pendidikan kita? Terlebih semakin marak aksi demo, setelah Mahkamah Agung (MA)mengabulkan permohonan penggugat ( Citizen ) terhadap pemerintah sebagai penyelenggara UN untuk tidak melaksanaka UN.
Perkara itu bermula dari "citizen lawsuit" (gugatan warga negara) yang diajukan Kristiono dan kawan-kawan terhadap presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua BSNP yang dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan.

Pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan tersebut diterima. Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan itu pada 6 Desember 2007. Pemerintah lalu mengajukan kasasi ke MA.

Akhirnya, MA melarang UN yang digelar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sebab kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah ditolak MA. MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 yang diputus pada 14 September 2009 ( dikutip dari antara news ).

Menurut pandangan penulis UN haram kalau dipakai sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan lulus tidaknya seorang siswa. Apalagi yang diujikan dalam UN tidak sepenuhnya mewakili kemampuan siswa. Misalnya, aspek moral dan akhlak justru tidak diujikan walaupun sebatas menguji kemampuan kognitif.

Terlebih apabila menilik tentang filosofi pendidikan yang lebih mengutamakan proses pendidikan daripada hasil yang berupa angka atu nilai.

Sungguh pemerintah telah melukai hati para guru karena telah menjadikannya robot yang dipaksa untuk mencetak nilai seindah mungkin dengan berbagai cara. Guru telah dikebiri kebebasannya dalam berinovasi, berkreasi, dan bermimpi untuk menjadikan anak didiknya sebagai manusia terdidik yang cerdas dan berakhlak mulia.

Selain itu UN juga telah melanggar metode penilaian yang selama ini telah dilakukan oleh guru. Penilaian sejatinya melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Bukan hanya aspek kognitif seperti yang selama ini dilakukan pemerintah dalam meluluskan siswa hanya dengan melihat nilai UN. Sudah saatnya guru diberikan haknya kembali untuk menilai siswa secara komprehensif.

No comments:

Post a Comment